Bukittinggi (Humas) – Nagari Pariangan yang dikenal sebagai salah satu desa tertua di Minangkabau, menjadi ruang belajar bagi mahasiswa Universiti Islam Selangor dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi. Dalam kegiatan International Minangkabau Talk Batch III yang digelar pada Rabu (3/9/2025).
Kegiatan yang mengusung tema “Alam Takambang Jadi Guru” ini menghadirkan pengalaman berbeda bagi peserta. Mereka tidak hanya mendengar paparan akademisi, tetapi juga menyaksikan langsung bagaimana falsafah Minangkabau hidup di tengah masyarakat.
Di halaman rumah gadang Pariangan, mahasiswa UIS duduk bersila mendengarkan penjelasan salah satu dosen UIN Bukittinggi, Ali Rahman. Ia menekankan bahwa alam bagi orang Minangkabau sejak lama dipahami sebagai sumber ilmu sekaligus pedoman hidup.
“Gunung, sawah, air, dan hutan semuanya mengajarkan bagaimana manusia harus bekerja keras, hidup selaras, dan menjaga keseimbangan,” ujar Ali Rahman.
Menurutnya, nilai tersebut diwariskan lintas generasi, menjadi fondasi adat dan etika sosial masyarakat Minang.
Setelah sesi di Pariangan, rombongan melanjutkan kegiatan ke Istano Basa Pagaruyung. Di pelataran istano, mahasiswa UIS menampilkan pertunjukan seni sederhana yang disambut meriah. Bagi mereka, penampilan itu bukan hanya hiburan, melainkan bentuk penghormatan terhadap budaya dan simbol persahabatan antarbangsa.
Aina, salah satu mahasiswa UIS, mengaku pengalaman ini meninggalkan kesan mendalam. “Rasanya seperti berada di negeri dongeng. Sawah, rumah gadang, dan keramahan masyarakat di sini begitu luar biasa. Budaya Minang benar-benar hidup dan memberi banyak pelajaran bagi kami,” ungkapnya.
Pertemuan akademik lintas negara ini juga dihadiri dosen UIN Bukittinggi dan UIS Malaysia. Kegiatan menjadi ruang pertukaran gagasan, memperkaya pemahaman budaya, sekaligus mempererat kerja sama antarperguruan tinggi.
Dari Pariangan hingga Pagaruyung, para mahasiswa UIS tidak hanya mempelajari falsafah alam takambang jadi guru secara teori, tetapi juga merasakannya langsung. Mereka pulang membawa pemahaman baru bahwa alam dan budaya bisa menjadi ruang belajar universal yang menyatukan bangsa. (*Humas UIN Bukittinggi/WA)
*Kontributor : Ilham Mustafa
