Membangun Ekosistem Syariah

Membangun Ekosistem Syariah

Oleh: Asyari
Wakil Rektor I IAIN Bukittiinggi


            Meski kaya dengan  potensi  demografi, nilai-nilai budaya ABS-SBK dan  pengalaman sejarah namun akselerasi ekonomi syariah di  Sumatera Barat  relatif lamban. Percepatan ekonomi syariah menjadi agenda penting terus dilakukan salah satunya  dengan membangun dan menjadikan  ekonomi syariah terintegrasi ke sebuah   ekosistem. 

             Ekosistem dimaksud merupakan lingkungan  yang mewadahi dan menjadikan  berbagai sektor yang terhubung dan saling dukung.  Sektor-sektor kehidupan  baik berkait langsung dengan ekonomi atau tidak jika berjalan sendiri dan terpisah maka  sulit untuk menciptakan akselerasi dan keberlanjutan  bagi tumbuh dan berkembanganya  ekonomi selain tidak produktif. 

Belajar ke Sejarah

            Sistem ekonomi syariah dalam masyarakat Minangkabau bukanlah hal baru. Masyarakat sudah familiar  dan mempraktik sistem ekonomi syariah dalam kehidupan mereka. Dalam jual beli, jamak ditemukan di pasar-pasar masyarakat mempertegas akad mereka, ” ambo bali yo dan yo ambo juo. Bahkan  ditambah lagi.barakaik yo . Hal ini  sebagai bukti kuat semangat masyarakat dalam menjalankan ketentuan syariah yaitu ada kerelaan  kedua pihak  yang melakukan transaksi (taraadhi minqum).

            Dalam transaksi kerjasama pertanian dan perternakan, masyarakat kita telah lama dan sampai sekarang masih mempraktik sistem basaduoi.  Mereka bekerjasama dalam memproduktif lahan dan ternak sehingga  menghasilkan dan berkembangbiak.  Sistem basaduoi merupakan sistem bagi hasil yang menjadi substansi akad-akad kerjasama  dalam muamalah Islam. Begitu juga dalam praktek transaksi keuangan. Masyarakat telah lama mempraktikkan   transaksi  titipan uang  (deposit) atau barang berharga ke Tuanku atau guru-guru di surau.   Dalam  sejarah, selain sebagai tempat mendalami ilmu agama surau juga berfungsi sebagai bank untuk menitipkan  uang atau barang berharga jamaah ke tuanku atau guru surau. Trust  yang dimiliki tuanku memagnit jamaah dan menjadikannya sebagai penerima titipan. Semua bentuk transaksi titipan ataupun juga hutang tersebut dicatat rapi oleh Tuanku  (Apria Putra, 2019).   

            Sejarah di atas menjadi bukti bahwa  sejak doeloe ajaran ekonomi syariah telah dipratikkan oleh masyarakat sesuai  kondisi yang melingkarinya. Ajaran dan praktik ekonomi syariah bukan hal yang baru dalam masyarakat dan bahkan telah kait-berkelindan  dengan budaya. Hanya saja belum terorganisasi  dan terintegrasi dengan baik sehingga  tidak bertahan lama dan tergerus oleh perkembangan dan pergerakan kehidupan masyarakat ke arah materialistik dan individualistik.

  

Integrasikan Sektor Ekonomi

            Seiring dengan perkembangan terkini yang kiat marak terkait halal sebagai lifestyle telah mengeliatkan sektor ekonomi dan keuangan syariah. Sektor ini menjadi primadona dalam mengwujudkan dan menjamin keberlanjutan halal sebagai lifestyle.  Sektor ekonomi seperti, industri halal, UMKM dan ekonomi pesenteren, keuangan makro dan mikro syariah, sektor zakat, infak dan shadakah serta wakaf dan wakaf tunai (cash waqf) menunjukkan perkembangan dan pertumbuhan yang signifikan.

            Publikasi  Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Mei 2021 menghidangkan berbagai gambaran  tentang sektor ekonomi dan keuangan syariah beberapa propinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat. Sektor Industri halal di Sumatera Barat yang menjadi sektor utama adalah makanan dan minuman. Terdapat peningkatan jumlah  usaha/merek yang memperoleh sertifikat halal , tahun 2018 (129) naik di tahun 2019 (136).  Kontribusi terbanyak terhadap kenaikan ini berasal dari usaha katering dan restoran.  Khusus untuk  wisata ramah  muslim (halal  tourism), Sumatera Barat  memperoleh score  Indonesia Muslim Travel Index  tahun 2018, untuk akses  57, komunikasi 55, lingkungan 73, lanyanan 52.  Kumulasi dari score ini  menempatkan    wisata ramah  muslim Sumatera. Barat berada di nilai rerata baik dan jumlah wisatawan  domestik 8.073.070 dan mancanegara. 57.638 (74% adalah wisatawan muslim).

            Pada sektor keuangan terdapat perkembangan yang menarik di lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan Koperasi Syariah. Terjadi peningkatan yang cukup berarti dari junlah LKMS  tahun 2017, 204, tahun 2018, 207   dan  naik di tahun 2019 menjadi 225.  Perkembangan yang cukup baik di sektor keuangan mikro syariah diharapkan   membawa perkembangan baik pula pada penghimpunan  dana zakat, infak dan sadakah serta wakaf dari masyarakat di tingkat bawah karena bifungsi  yang melewat di LKMS; selain menjalankan usaha finansial juga menghimpun dana ZISWAF. Perkembangan menarik lainnya juga terjadi di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS). Saat ini ada 9 BPRS yang telah beroperasi dengan sistem syariah ( 4 berasal dari konversi ke syariah). Selain itu, ditambahkan beberapa BPR yang sedang berproses untuk konversi, sepert; BPR Malibu, BPR Solok Sakato, BPR Guguak Mas Makmur BPR Labuah Gunung, dan BPR VII koto serta BPR Balerong Bunta.

            Agar sektor-sektor yang bergerak di bidang ekonomi syariah tersebut di atas terus mengeliat dan memiliki keberlanjutan serta berkembang baik maka  penting membangun ekosistem yang in line  prinsip operasionalnya dengan  syariah dan saling dukung serta terintegrasi. 

Ekspektasi Pada Konversi Bank Nagari

            Berbagai bangunan infrastruktur  untuk mendukung ekonomi syariah telah ada, seperti regulasi terkait Keuangan Syariah UU No. 21 Tahun  2008, tentang Perbankan Syariah dan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang memungkinkan penerapan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai dasar hukum pengembangan instrumen keuangan syariah serta berbagai regulasi turunannya  untuk acuan teknis pelaksaannya.  Di Sumatera Barat, ada Perda No. 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Parawisata Ramah Muslim, dan Perda tentang Zakat di berbagai Pemda Kabupaten dan Kota.  Namun harus diakui secara  jujur bahwa hal itu belum maksimal men-creat  ekosistem syariah sebagaimana diharapkan. Market share lembaga keuangan  syariah masih relatif kecil.    Kondisi ini tentu  tidak linier dan sangat kontra produktif jika dihadapkan dengan potensi demografi, nilai-nilai dan falsafah ABS-SBK yang dimiliki masyarakat Sumatera Barat.

            Konversi Bank Nagari ke syariah menjadi hal yang diharapkan menjadi “amunisi”  dan  berperan dalam menciptkan ekosistem syariah. Membangun ekosistem  ternyata memang tidak cukup dengan memproduksi beraneka ragam regulasi namun lebih dari itu dibutuhkan juga lembaga keuangan yang dapat menjadi “leader”.     Dengan 1.242 jumlah jaringan layanan yang dimiliki Bank Nagari  dan Aseet sebesar Rp.27 triliun lebih,  Bank Nagari yang akan konversi ke syariah Bank Nagari  melalui fungsi intermediasinya  menjadi “darah baru” dan generator untuk tumbuh dan berkembanganya sektor lainnya,  industri halal ( makanan dan minimum halal, fasyen muslim, wisata ramah muslim), sektor UMKM, ekonomi pesantren,  dan sektor zakat, infak dan sedekah serta wakaf (wakaf tunai)   di Sumatera Barat.  Selain itu, bank nagari syariah  diharapkan sebagai “leader” bagi sektor keuangan mikro  yang tumbuh dan berkembang  di akar rumput seperti BMT dan BPRS melalui linkage program.

            Akhirnya,  dengan konversi ke syariah,  Bank  Nagari memiliki andil terhubungnya masyarakat dengan nilai-nilai agama dalam kegiatan ekonomi selain    memperkuat  ekonomi Sumbar. Segera akan terintegrasi  berbagai sektor yang dulunya terpisah dan parsial serta akan  menjadi  lebih kuat.  Semoga.

Aksesibilitas