Asyari
(Wakil Rektor 1 IAIN Bukittinggi)
Dua tulisan sebelum ini telah diturunkan Harian Padang Ekspres terkait Bank Nagari yang tengah berproses dan bersiap konversi ke syariah. Pertama, Two Efly menulis dengan tajuk, Arok dek punai tabang dan kedua, tulisan Romeo Rissal Panji Alam, di bawah judul, Bermimpilah yang Hebat (Merantau 4.0) “Manggaleh Lado di Pasa Kain” Mangaleh kain di pasa lado. Menarik dua tulisan tersebut diberikan tanggapan dan penulis sejak awal ikut “meramai” diskusi isu spin-off atau konversi bagi bank nagari.
Bisnis adalah soal ketidakpastian dan risiko. Konversi Bank Nagari ke syariah memang sarat risiko namun bukan berarti tidak ada peluang keuntungan dan pertumbuhan. Risiko harus dideteksi more detail sejak awal dan lakukan mitigasi untuk minimalkan risiko. Risiko bukanlah “hantu” dan ditakuti serta kemudian lari. Risiko selalu ada. Mengelola risiko dengan baik adalah kunci kesuksesan.
Konversi dan Optimistik
Sebagai entitas bisnis, Bank Nagari konversi ke syariah bukanlah perdana dan baru. Telah ada BPD yang lebih dahulu konversi; BPD NTB dan Aceh. Bank Nagari dapat jadi makmum dan mencontoh imam. Ambiak contoh ka nan sudah dan alam takambang jadikan guru.
Konversi menjadi momentum untuk lebih mengoptimalkan potensi pasar dan capaian kinerja bisnis. Dampak positif yang segera diharapkan muncul dengan konversi ini adalah generator besar pengerak bisnis nan sesuai dengan cultural belief : ABS-SBK. Bank Nagari Syariah diharapkan dapat menaikkan market size dan share serta memiliki jumlah stakeholder dan jaringan bisnis semakin luas.
Penulis melakukan penelusuran ke berbagai publikasi keuangan dan data performa kinerja keuangan lembaga perbankan syariah di website BI dan OJK serta hasil-hasil riset terkait bank yang konversi ke syariah diperoleh informasi bahwa awal konversi, dua BPD tersebut memang dihantui dengan berbagai resiko.
Namun ternyata ketakutan berlebihan dan keragu-raguan banyak kalangan dapat dipatahkan oleh capaian pertumbuhan yang positif pasca-konversi.
Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah pada tahun 2016 dan Bank NTB menjadi Syariah di tahun 2018. Jika dicermati publikasi laporan keuangan Bank NTB Syariah di posisi 31 Desember 2019 dan dibandingkan tahun 2018, total asset, DPK, pembiayaan dan laba bersih masing-masing naik 23 persen, 39 persen, 15 persen dan 325 persen.
Laba bersih tahun 2018 hanya tercatat Rp 38 miliar karena Bank NTB Syariah tidak dapat mengakui pendapatan Bank NTB sebelum dikonversi. Total pendapatan Bank NTB Konven (Jan-Sep) dan Bank NTB Syariah (Sep-Des) di tahun 2018 adalah Rp 151,9 miliar.
Di tahun 2019 Bank NTB Syariah berhasil meningkatkan asetnya 23 persen menjadi Rp 8,6 triliun, DPK meningkat 39 persen menjadi Rp 6,8 triliun, pembiayaan meningkat 15 persen menjadi Rp 5,6 triliun serta mencatatkan laba bersih Rp 163 miliar.
Harus diakui penurunan berbagai indikator bisnis memang terjadi. Namun perlu juga dicatat bahwa durasi penurunan itu tidaklah lama. Setelah konversi butuh adaptasi nasabah dan habitat bisnis lainnya sampai familiar dan in group dalam menerima produk dan jasa berbasis syariah.
Ditambah lagi, spesial rate yang diberikan untuk “memanjakan” deposan kelas kakap pelan tapi pasti dilakukan penyesuaian secara syariah.
Hal yang sama dapat ditemui pada pengalaman konversi Bank Aceh Di Q3 (kuartal terakhir) tahun 2016 sebagai awal konversi, Bank Aceh Syariah mengalami penurunan kinerja keuangan. Namun ini bersifat sementara.
Di tahun 2017 pertumbuhan total asset, DPK dan pembiayaan Bank Aceh Syariah berhasil rebound dan run tumbuh dengan baik. Begitu pula, pengalaman 2 dari 7 BPRS di Sumatera Barat berasal dari konversi; PT BPRS alMakmur dan PT. BPRS Gajah Tongga.
Keduanya menunjukan perkembangan yang sangat baik dari asset, DPK, dan keuntungan pasca konversi. Beberapa kali kedua bank tersebut sudah meraih penghargaan dari Info bank sebagai BPRS berkinerja baik sesuai kluster model yang ditentukan.
Analogi kondisi penurunan tersebut seperti kurva adalah V (turun cepat namun tidak butuh lama segera naik/tumbuh). Penurunannya bukan lah seperti U (turun cepat dan lama berada di bawah baru kemudian naik) atau pun seperti kurva L (turun cepat dan tidak diketahui kapan akan up).
Amat disayangkan kondisi transisi dan adaptasi tersebut memunculkan persepsi bahwa konversi menyebabkan penurunan kinerja sehingga pilihan konversi kurang tepat dan tak jarang juga dianggap merugi. Proses tentu butuh waktu.
Rembuk internal yang solid harus dilakukan. Stakeholder diharapkan mendukung secara penuh. Cepat atau lambat bisnis dapat bangkit setelah down dalam durasi transisi. Tentu juga ditentukan semangat dan kekuatan motivasi melakukan konversi.
Ubah Rasional Mulai dari Rumah Tangga
Ke depan yang penting untuk segara dilakukan secara masif adalah menginjeksi rasionalitas perilaku ekonomi yang in line dengan syariah. Masyarakat kita sudah lama dalam kubangan rasional kapitalis sebagai driving force (kekuatan yang mengerakkan) perilaku mereka.
Rasional secara syariah adalah maksimalisasi profit dan upaya menumbuh kembangkan capital harus melalui konsep flow atau distributive (produktif) bukan idle.
Keuntungan diperoleh harus tidak kontra dengan nilai syariah. Rasionalitas perilaku ekonomi inilah yang harus digelorakan dan dikuatkan dalam kehidupan masyarakat kita. Habitat bisnis konvensioal berangsur tapi pasti dapat dirubah dengan habitat bisnis syariah.
Literasi syariah masih rendah. Hal ini menjadi constraint dalam upaya pengembangan ekonomi syariah. Untuk itu, literasi penting dimulai dari rumah tangga sebagai unit terkecil dari sektor pelaku ekonomi.
Rumah tangga harus dijadikan madrasah untuk membentuk karaktek dan nilai-nilai ekonomi syariah bagi generasi/human capital. Halal life di mulai dari rumah tangga. Proses awal, human capital /SDM adalah diproduksi oleh dan dari rumah tangga.
Di rumah tangga dilakukan proses value added dan kemudian human capital/SDM dari rumah tangga mengalir ke sektor-sektor lapangan kehidupan. Pembentukan karakter dan pengenalan nilai-nilai syariah serta ekonomi syariah sejak dari keluarga menjadi faktor penting yang mewarnai human capital di mana saja berada dan melakukan aktivitas.
Rumah tangga sangat urgen dalam memperkenalkan ekonomi syariah ke human capital sejak dini. Rumah tangga dapat memproduksi generasi-generasi yang melek dengan ekonomi syariah dan mempraktekkan ekonomi syariah dalam kehidupan.
Akhirul kalam, soal konversi bank nagari ke syariah, dalam RUPS Bank Nagari tahun 2019 secara aklamasi telah disetujui. Palu sudah diketok dan layar pun siap dikembangkan serta badai yang ada harus dihadapi dengan penuh optimis. Semoga. (*)
Sumber : https://padek.jawapos.com/konversi-bank-nagari-ke-syariah-alam-takambang-jadi-guru/