Ilmu Hadis Menembus Budaya Pop, Mahasiswi UIN Bukittinggi Bedah FoMO K-Pop di Forum Internasional

Bukittinggi (Humas) – UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi membuktikan bahwa ilmu keislaman tak lagi terbatas pada ruang-ruang tradisional, tetapi aktif berdialog dengan isu kekinian. Kali ini, Khansa Restu Mahadiya, mahasiswi Program Studi Ilmu Hadis, tampil mencuri perhatian dalam International Student Research Workshop 2025, dengan kajian unik bertajuk: “Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) Terhadap Idola Korea dari Perspektif Hadis.”

Dalam forum ilmiah yang berlangsung sejak 31 Juli 2025, Khansa membedah fenomena psikososial FoMO—rasa cemas karena tertinggal tren—dalam konteks fanatisme terhadap idola Korea. Ia mengaitkan perilaku konsumtif, boros, dan bahkan fanatik yang muncul dari budaya K-Pop dengan nilai-nilai keseimbangan yang diajarkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.

“Kalau tidak beli lightstick resmi, rasanya seperti bukan fans sejati. Padahal bisa jadi itu hanya tekanan psikologis karena FoMO,” ungkap Khansa saat presentasi.

Lebih jauh, ia memaparkan sejumlah hadis yang memperingatkan bahaya hidup berlebihan, termasuk dalam mengidolakan seseorang secara tidak proporsional. Dengan pendekatan yang tajam namun membumi, Khansa menunjukkan bahwa ilmu hadis tak hanya relevan di ruang kajian, tapi juga mampu menjawab keresahan anak muda di era digital dan budaya pop.

Forum internasional bertema “Bridging Minds: Workshop on AI-Driven Innovations in Academic Writing and Learning” ini mempertemukan mahasiswa dari berbagai negara dan dibimbing langsung oleh akademisi lintas negara yakni Malaysia, Indonesia, dan Thailand.

Rektor UIN Bukittinggi, Prof. Silfia Hanani, dalam sambutannya saat pembukaan menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam forum global merupakan bagian dari strategi besar kampus dalam menumbuhkan generasi akademik yang kritis, kontekstual, dan mendunia.

“Kami tidak ingin mahasiswa hanya menghafal teks, tapi mampu membumikan nilai-nilai Islam ke dalam realitas zaman,” tegasnya.

Kepala International Office UIN Bukittinggi, Irwandi, menyebut bahwa kehadiran Khansa dalam forum ini adalah bukti bahwa internasionalisasi tidak melulu soal pertukaran fisik, tapi tentang bagaimana pemikiran dan keilmuan hadir dalam percakapan global.

“Ini contoh bagaimana mahasiswa kita mengintegrasikan tradisi keilmuan klasik dengan fenomena kontemporer, dan itu adalah bentuk diplomasi akademik yang sebenarnya,” ujarnya.

Langkah Khansa menjadi representasi konkret bahwa ilmu hadis bukan ilmu yang terjebak masa lalu, melainkan terus bergerak seiring zaman, membaca realitas, mengkritisinya, dan menawarkan solusi dari warisan kenabian. (*Humas UIN Bukittinggi/WA)

*Kontributor : Ilham Mustafa

Aksesibilitas