DWP UIN Bukittinggi Gali Peran Strategis Bundo Kanduang di Lingkungan Kampus

Bukittinggi (Humas) Dharma Wanita Persatuan (DWP) UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi menggelar sharing session bertajuk “Peran dan Fungsi Bundo Kanduang”, bersama Zulzetri sebagai narasumber, Wakil Ketua Bundo Kanduang Kota Bukittinggi, Kamis (22/05/2025), di aula rektorat lantai 3.

Berangkat dari kesadaran bahwa nilai-nilai adat Minangkabau tidak hanya hidup di nagari tetapi juga berperan dalam membentuk cara berpikir dan bersikap masyarakat kampus, forum ini menggali lebih dalam posisi Bundo Kanduang di tengah tantangan zaman, khususnya bagi anggota DWP yang berperan sebagai ibu, istri, sekaligus penggerak di lingkungan akademik.

“Bundo Kanduang itu bukan hanya symbol adat. Ia adalah penjaga marwah keluarga dan kaum, tempat nilai-nilai adat disemai sejak dini,” tegas Zulzetri membuka paparannya.

“Di kampus, Bundo Kanduang bisa menjelma dalam bentuk ibu dosen yang menanamkan disiplin pada mahasiswa, istri dosen maupun tenaga kependidikan yang membangun harmoni di rumah ASN, atau anggota DWP yang menginisiasi pembentukan etika dan budaya Minangkabau yang mulai tergerus zaman,” tambahnya.

Ia menekankan dalam struktur sosial Minangkabau, peran perempuan tidak hanya domestik, melainkan kultural dan strategis, dimana perempuan menjadi penjaga nilai, tanggung jawab, dan keteladanan dalam membentuk generasi.

Dok: Zulzetri memaparkan peran Bundo Kanduang kepada DWP UIN Bukittinggi, Kamis (22/05/2025)

Acara yang digagas oleh DWP UIN Bukittinggi ini tak lepas dari upaya membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya local wisdom sebagai pilar pengembangan institusi pendidikan, khususnya dalam konteks kampus keislaman yang juga berakar pada budaya lokal, “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.

Ketua DWP UIN Bukittinggi, Devi Wahyuni, menyampaikan bahwa acara ini adalah bagian dari upaya memperluas peran DWP di lingkungan kampus. “DWP bukan hanya mendampingi, tetapi berdaya. Dan nilai-nilai Bundo Kanduang selaras dengan misi kami yakni mendidik, merawat, dan membangun peradaban keluarga kampus yang berkarakter,” ungkapnya.

Dikatakannya, pemahaman terhadap nilai-nilai lokal sangat penting dalam membentuk budaya kerja dan etos intelektual yang khas. Ia menyebut bahwa DWP dapat menjadi kanal strategis dalam meneruskan peran Bundo Kanduang melalui kegiatan pendampingan keluarga, pembinaan etika, serta edukasi nilai di lingkungan perguruan tinggi.

Diskusi berkembang pada isu-isu praktis tentang bagaimana nilai-nilai adat bisa diinternalisasi dalam lingkungan kampus serta bagaimana Perempuan, terutama istri ASN mewujudkan peran Bundo Kanduang dalam menghadapi tantangan digital dan krisis karakter generasi masa kini.

Salah satu poin krusial yang mencuat adalah soal keterbatasan ruang gerak Bundo Kanduang dalam menyelesaikan konflik rumah tangga adat akibat intervensi hukum formal. Namun menurut Zulzetri, peran perempuan dalam adat tidak berhenti di situ. “Negara memang hadir dengan batasan hukum, tapi ruang sosial tetap bisa dijangkau. Bundo Kanduang hari ini bisa menjadi fasilitator dialog, bukan hanya pemutus perkara,” ujarnya.

Dengan forum seperti ini, DWP UIN Bukittinggi membuktikan bahwa perempuan bukan hanya pelengkap struktur birokrasi kampus, tetapi penggerak kebudayaan yang bisa menjembatani tradisi dan akademisi secara berkelanjutan. (*Humas UIN Bukittinggi/WA)

Aksesibilitas