Buya Hamka Jadi Poros Lawatan Muhibbah dan Kuliah Bersama

Bukittinggi (Humas)_Buya Hamka kembali mengemuka sebagai figur sentral dalam memperkuat hubungan intelektual Indonesia–Malaysia melalui kegiatan Lawatan Muhibbah dan Kuliah Bersama yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi. Forum ini digelar pada Selasa (11/11/2025) di Cinema S Kampus UIN Bukittinggi dengan mengangkat tema besar “Buya Hamka: Semangat Ummat, Kesatuan Umat, Meroboh Sempadan Negara dan Legasi Penjajahan.” Tema tersebut menegaskan bahwa pemikiran Buya Hamka masih sangat relevan dalam dinamika dunia Islam kontemporer, khususnya dalam memperkuat ukhuwah lintas negara serumpun.

Kegiatan Lawatan Muhibbah dan Kuliah Bersama ini mempertemukan UIN Bukittinggi dengan tiga lembaga intelektual terkemuka dari Malaysia, yakni Kolej Dar Al Hikmah, Wadah, dan Persatuan Cendekiawan Minang Muslim (PCMM). Forum tersebut dihadiri Rektor UIN Bukittinggi Prof. Silfia Hanani, Wakil Rektor III Dr. Edi Rosman, Ketua LP2M Dr. Muhiddinur Kamal, serta IO LP2M Irwandi Nasir yang bertindak sebagai moderator. Kehadiran mahasiswa dan dosen lintas fakultas menambah kekuatan akademik forum yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh kekeluargaan.

Dari pihak Malaysia, hadir tokoh-tokoh penting seperti Dato’ H. Ahmad Azam bin Ab Rahman, Dato’ Ismail, dan rombongan Lawatan Muhibbah yang membawa misi mempererat hubungan intelektual dan budaya antara dua bangsa serumpun. Momentum ini tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga menjadi jembatan emosional bagi masyarakat Minangkabau di rantau untuk kembali menyambung identitas sejarahnya.

Dalam sambutannya, Rektor UIN Bukittinggi Prof. Silfia Hanani menekankan bahwa tema Buya Hamka sangat tepat untuk mengikat nilai-nilai persaudaraan kedua bangsa. Menurutnya, Buya Hamka adalah figur yang dihormati baik di Indonesia maupun Malaysia, dengan karya dan pemikirannya yang terus menjadi rujukan hingga saat ini.

“Kita sangat senang menyambut kedatangan rombongan Lawatan Muhibbah. Tokoh yang kita bahas adalah Buya Hamka, sosok ulama besar yang karya-karyanya melampaui batas negara. Hingga kini pemikirannya tentang kesatuan umat dan peradaban Islam tetap relevan,” ujar Prof. Silfia.

Ia juga mengusulkan pendirian Buya Hamka Corner, yang diharapkan menjadi pusat kajian dan literasi pemikiran Buya Hamka bagi mahasiswa. Usulan ini disambut hangat oleh delegasi Malaysia. Bahkan, Dato’ Ismail menyampaikan ungkapan emosional yang menghubungkan identitas Minangkabau antara dua negeri. “Jika ada mahasiswa UIN Bukittinggi datang ke Malaysia, temuilah kami. Kami adalah mamak dan bundo kandung kalian di rantau,” ujarnya, disambut tepuk tangan hangat peserta forum.

Memasuki sesi kuliah umum, Dato’ H. Ahmad Azam bin Ab Rahman memaparkan pemikiran Buya Hamka tentang pentingnya kesatuan umat Islam atau konsep ummatik. Menurutnya, Buya Hamka sangat memahami bahwa Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai perekat persaudaraan global. Pandangan ini tercermin jelas dalam karya monumentalnya, Tafsir Al-Azhar.

“Jika satu bagian sakit, seluruh tubuh ikut merasakannya. Inilah ajaran inti persaudaraan Islam yang diajarkan Buya Hamka dan harus terus kita hidupkan,” tegasnya.

Dato’ Ahmad Azam juga mengulas dampak historis dari runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada 1924 yang menyebabkan dunia Islam terfragmentasi oleh batas negara ciptaan kolonial. Bentuk penjajahan paling halus menurutnya adalah ketika umat Islam justru berbangga dengan batas-batas tersebut dan melupakan kalimat tauhid yang mempersatukan. Ia mengajak perguruan tinggi Islam di Indonesia dan Malaysia untuk bekerja bersama melampaui batas administratif demi kebangkitan umat.

Relevansi pemikiran Buya Hamka, lanjutnya, juga terlihat dalam tantangan modern seperti penjajahan pemikiran dan budaya. Generasi muda perlu kembali kepada semangat keilmuan dan keluhuran akhlak Buya Hamka agar mampu menjawab tantangan global saat ini.

Kegiatan Lawatan Muhibbah dan Kuliah Bersama tersebut menjadi momentum penting bagi UIN Bukittinggi dalam memperluas jejaring kolaborasi akademik internasional. Forum ini menegaskan kembali kuatnya hubungan historis dan kultural antara Minangkabau dan Malaysia, sekaligus memperkokoh komitmen terhadap pengembangan kajian peradaban Islam dan pemikiran Buya Hamka.

Menjelang penutupan, seluruh peserta sepakat perlunya melestarikaBuyan dan mengembangkan studi pemikiran Buya Hamka. Gagasan beliau mengenai kesatuan umat, pembebasan dari warisan kolonial, serta pembangunan masyarakat berilmu dinilai sangat penting untuk menjawab tantangan dunia Islam modern.

Acara ditutup dengan penyerahan cendera mata dan foto bersama, mencerminkan keakraban dua bangsa serumpun yang disatukan oleh warisan intelektual dan spiritual Buya Hamka. Kegiatan ini menegaskan bahwa Lawatan Muhibbah dan Kuliah Bersama bukan sekadar agenda akademik, tetapi juga tonggak penting dalam merawat persaudaraan, memperteguh identitas keilmuan, dan memperkuat kontribusi bagi kemajuan umat Islam di tingkat internasional.

Dengan demikian, forum ini menjadi ruang strategis untuk terus menghidupkan warisan pemikiran Buya Hamka, memperkuat jejaring intelektual Indonesia–Malaysia, serta membangun semangat persatuan umat sebagaimana diwariskan oleh ulama besar dari Ranah Minang tersebut.

Aksesibilitas