Dampak Ekonomi Covid-19 dan Ma’rufnomics
Oleh: Asyari
Wakil Rektor 1 IAIN Bukittinggi
Covid 19 telah mengubah kebiasaan dan tatanan kehidupan. Kapan berakhir penyebaran covid 19 dapat diprediksi namun tidak pasti. Alih-alih memperbincangkan kapan “bakirok” Covid 19 yang pasti telah banyak sektor yang terpukul oleh Covid-19 yang kian menglobal ini. Sektor ekonomi termasuk yang terberat kena dampak Covid -19. Bloomberg pada 5 Juni 2020, merilis dampak global Covid 19, diantaranya semakin meningkat ketidakpastian global. Ketidakpastian (uncertainty) dalam lapangan ekonomi membuat pelaku-pelaku ekonomi “setia” di posisi wait and see. Pengambilan keputusan ekonomi akan berisiko tinggi di masa uncertainty dan itu berimplikasi bagi gerakan dan putaran ekonomi di sektor ril. Jika ketidakpastian ini berlanjut dan tidak tahu ending-nya maka dampak Covid 19 ekonomi terus konstraksi dan semakin down.
Dampak Ekonomi dalam Angka
Indonesia tidak terkecuali juga terdera dampak Covid 19 sebagai efek turunan perlambatan dan pelemahan ekonomi global. Dampak Covid 19 terhadap perekonomian Indonesia dapat dilihat pada demand dan consume side. Dalam penyampaian Menko Perekonomian, Airlangga Hartato, 9 Juni 2020, dijelaskan pada Quartal (Q) 1 2020 sisi konsumsi dengan mengunakan indikator konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan eksport serta import. Semunya indikator turun. 2 indikator pada Q1 2019 konsumsi tumbuh 5,3% dan Investasi 5,0%. Namun pada Q1 2020 konsumsi turun 2,7% dan investasi 1,7%. Sisi dunia usaha juga menggalami penurunan hebat. Tujuh bidang usaha; manufactur, perdagangan, transportasi, akomodasi, pertanian, penerbangan dan konstruksi semua memiliki pertumbuhan turun. Tiga bidang usaha mengalami penurunan signifikan; bidang manufactur pada Q1 2020, 2.1% sebelumnya Q1 2019, 3.9%, Perdagangan pada Q1 2020, 1,6% sebelumnya Q1 2019, 5,2%, dan Transportasi pada Q1 2020, 1,3 sebelumnya Q1 2019, 5,5 %
Untuk Sumatera Barat, dampak Covid 19 ini dapat dilihat dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi Triwulan 1 2019 tumbuh (y on y) sebesar 3,92 % dan untuk Triwulan 1 2020 turun 2,62%. Sektor yang berkontribusi pada konstraksi adalah konstruksi 7,46%, industri pengolahan 6,38% dan pertambangan serta pengalian sebesar 6,37%. Sektor Parawisata mengalami nasib sama namun besar rate penurunan berbeda. Wisatawan Malaysia yang merupakan wisatawan terbanyak ke Sumatera Barat via BIM dari Priode Jan-Maret 2020 dengan jumlah 8.831 orang. Kebijakan lockdown dari pemerintah Malaysia untuk mitigasi meluasnya penyebaran Covid 19 membuat mobilitas warga ke luar menjadi locked. April 2020 tidak ada (0) kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Barat (Berita. Resmi Statistis 2 Juni 2020)
Ekonomi Arus Baru dan Keadilan
Ekonomi arus baru merupakan gerakkan ekonomi baru yang digagas oleh Wapres Ma’ruf Amin (waktu itu sebagai Ketua MUI) pada Kongres Umat Islam Tahun 2017. Model ekonomi ini merupakan kontra dari yang ada selama ini. Dominasi koglomerasi di bagian atas diharapkan membawa efek menetes ke bawah. Sehingga diharapkan problem disparitas (kesenjangan) dan kemiskinan yang kian terus menganga di masyarakat bawah dapat diminimalisir jika tidak hilang. Namun harapan itu tak terwujud. Bahkan kelompok konglomerasi/kaya semakin giat mengakumulasi dan mengkapitalisasi modal. Secara garis besar Arus Baru Ekonomi Indonesia ini atau Ma’rufnomics tersebut, sesuai penjelasan Kiai Ma’ruf disandarkan kepada Sila ke-5 Pancasila. Titik tumpunya adalah meratakan kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, yang kuat dengan yang lemah. Membangun yang lemah bukan dengan melemahkan yang kuat, Membangun yang lemah dengan menguatkan yang lemah melalui kolaborasi kemitraan antara yang kuat dengan yang lemah. (Rama Pratama,2018)
Dampak Covid 19 dalam angka seperti dijelaskan di atas memiliki dampak turunan multiplayer effect. Bidang usaha dan lapangan pekerjaan yang terhubung baik langsung maupun tidak dengan sektor yang terpukul oleh dampak covid 19 telah menjadikan banyak orang kehilangan pekerja dan tidak berpendapatan. Wa bil khusus, para tenaga kerja di sektor non-formal (berpendapatan harian).
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS menunjukkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia per September 2019 sebanyak 24,79 juta jiwa atau 9,22%. Rilis hasil riset terbaru SMERU Research Institute terkait dampak covid 19 memperkirakan penduduk miskin bertambah 12,4% atau setara 8,45 juta orang sehingga total 33,24 juta. jiwa (April 2020). Begitu pula pengangguran sebagai efek banyaknya lapangan usaha banyak tutup dan PHK. BPS (Mei 2020) membuat proyeksi apabila pandemi Covid-19 terus ini berlangsung sampai Agustus 2020 maka tambahan jumlah angka pengangguran di Indonesia akan makin banyak di atas level 4,8%-5%.
Kondisi ekonomi yang kian lesu, down dan sektor riil akan makin sulit rebound. Butuh waktu rebound untuk memulihkan konsumsi rumah tangga untuk generator utama ekonomi sektor ril. Menurut. penulis, kini momentum bagi model ekonomi arus baru tersebut hadir dan working very well. Pada saat ekonomi lesu, daya beli turun drastis dan kemampuan ril income semakin berkurang dibutuhkan empati dan bantuan untuk memberikan daya survive bagi mereka yang miskin dan tak perpendapatan karena hilangnya pekerjaan. Survei BPS (Juni 2020) mengungkap bahwa 70,53% responden dalam kelompok berpendapatan rendah (<=1,8 jt) mengaku mengalami penurunan pendapatan. Rasa solidaritas antar sesama (the have dan the have not) melalui pemberian bantuan sosial. Utility interdependence, dimana kesenangan/kebahagian atau utility seseorang akan meningkat bila mana orang yang tidak beruntung juga meningkat utility-nya. Solidaritas dan utility interdependence ini harus secara masif digelorakan agar dapat sebagai instrumen untuk mendorong terjadinya tranfer of wealth orang kaya memberi kepada orang yang tidak mampu.
Selain itu, di sektor moneter para pemilik dana (fund provider) kini momentum untuk merealisasikan empati kepada debitur yang memiliki problem kemampuan pembayaran kembali kredit atau pembiayaan. Covid 19 telah memukul usaha terutama kelompok UMKM. Pemilik modal harus siap dan mau berbagi resiko/rugi (loss) di tengah Covid 19. Saat new normal dunia usaha masih penuh dengan resiko dan butuh waktu untuk recovery. Jangan kehilangan momentum. Ekonomi Arus Baru Indonesia bukan untuk promosi di ruang publik tapi harus direaliasasikan. Semoga