
Bukittinggi (Humas) _ Rektor UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Prof. Silfia Hanani, menyampaikan ucapan selamat memperingati Hari Pahlawan 10 November . Dalam pernyataannya, Prof. Silfia Hanani mengajak menjadikan “Semangat Pahlawan, Semangat Masa Depan” sebagai dorongan untuk membangun Indonesia yang lebih maju, adil, dan makmur. Ia menegaskan bahwa nilai kepahlawanan tidak boleh berhenti pada retorika, melainkan harus diterapkan dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (09/11/2025).
Menurut Prof. Silfia Hanani, makna kata “pahlawan” memiliki cakupan yang luas, tidak hanya tertuju pada para pejuang yang gugur di medan perang pada masa kemerdekaan. Ia menyebut bahwa setiap individu yang menebar kebaikan dan memberikan manfaat tanpa pamrih kepada sesama, sesungguhnya juga dapat disebut sebagai pahlawan. “Kepahlawanan itu hadir dari jiwa yang tulus dan keberanian untuk memberi, meski tanpa penghargaan dan pengakuan formal,” ujarnya.
Prof. Silfia menekankan peran pendidik sebagai pahlawan masa kini, mulai dari kiyai di pesantren, ulama, guru di sekolah, hingga dosen di perguruan tinggi. Mereka juga berperan besar dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk karakter generasi penerus. Meski tidak selalu memperoleh bintang jasa, tapi ilmu dan pengajaran yang mereka wariskan memiliki nilai-nilai kebaikan yang terus mengalir, bahkan menjadi amal jariyah hingga akhir hayat. “Kebaikan para pendidik adalah fondasi kemajuan bangsa,” katanya.
Dalam refleksinya, Prof. Silfia Hanani juga mengingatkan tentang sejarah heroik bangsa Indonesia pada 10 November 1945 di Surabaya. Pertempuran sengit yang dikomandoi pemuda, santri, dan kyai melawan pasukan kolonial menjadi simbol keberanian rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang masih seumur jagung. Peristiwa tersebut mengukuhkan semangat bahwa kemerdekaan tidak pernah diberikan secara cuma-cuma, tetapi diperjuangkan dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Ia menambahkan bahwa peringatan Hari Pahlawan selalu mengembalikan ingatan bangsa terhadap para pendahulu yang telah berkorban demi terbebas dari penjajahan Belanda, Jepang, dan Inggris. Menurutnya, pemuda, santri, dan kyai pada masa itu menunjukkan solidaritas dan tekad kuat untuk mempertahankan harga diri bangsa. “Mereka adalah teladan keberanian, kesetiaan, dan cinta tanah air,” jelas Prof. Silfia Hanani.
Selain itu, Prof. Silfia Hanani menyoroti bahwa perlawanan tersebut bukan hanya peristiwa sejarah semata, tetapi sumber inspirasi yang relevan dengan konteks kehidupan bangsa saat ini. Semangat persatuan dan gotong royong yang ditunjukkan pada masa itu harus terus dirawat agar Indonesia tetap kuat menghadapi berbagai tantangan zaman. Ia menyebut bahwa ancaman penjajahan tidak selalu berbentuk fisik, tetapi dapat hadir dalam bentuk ideologi, informasi, maupun perpecahan sosial.
Prof. Silfia Hanani mengajak seluruh civitas akademika UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi untuk meneruskan semangat perjuangan itu melalui pengabdian, pendidikan, dan penelitian yang memberi manfaat bagi masyarakat luas. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk melahirkan generasi berkarakter, cerdas, berakhlak, dan berjiwa nasionalis. “Membangun bangsa dimulai dari membangun manusia,” ujarnya.
Mengakhiri pesannya, Prof. Silfia Hanani mengingatkan bahwa menjadi pahlawan bukan soal gelar, tetapi tentang keberanian untuk berbuat melakukan kebaikan. “Mari kita lanjutkan perjuangan para pahlawan dengan karya nyata, dedikasi, dan kontribusi terbaik bagi bangsa. Karena semangat pahlawan ialah semangat untuk terus bergerak membangun masa depan,” tutupnya.
(TimHumas/NZ)
