FUAD UIN Bukittinggi Gelar Workshop Eco-Advocacy Berbasis Agama dan Kearifan Lokal

Bukittinggi (Humas) – Untuk mendukung upaya advokasi lingkungan yang sejalan dengan ajaran agama dan kearifan lokal, Pusat Studi AKAL Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi menggelar workshop bertajuk “Eco-Advocacy Berbasis Agama dan Kearifan Lokal” selama dua hari, pada 30-31 Oktober 2024 lalu.

Acara ini dihadiri dosen FUAD, aktivis lingkungan, dan anggota organisasi non-pemerintah dengan tujuan membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam advokasi pelestarian lingkungan.

Di tengah meningkatnya krisis lingkungan global, workshop ini menjadi wadah penting untuk memperkuat peran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam. Pendekatan yang menggabungkan ajaran Islam dan tradisi lokal diharapkan dapat menghasilkan solusi yang berkelanjutan.

Dua narasumber ahli hadir untuk memperkaya wawasan peserta yakni Prof. Rudi Febriamansyah, seorang Guru Besar di bidang Environmental Management dari Universitas Andalas Padang, membuka sesi dengan analisis mendalam mengenai tantangan dan peluang dalam pengelolaan ekologi di Sumatera Barat.

Dok: Workshop Eco-Advocacy Pusat Studi Akal hari kedua 

Sementara itu, pada hari kedua, Nissa Wargadipura, pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thaariq Garut yang merupakan peraih penghargaan FAO Heroes Award 2024 dari PBB, membahas strategi advokasi berbasis agama dan kearifan lokal melalui pengalaman praktisnya.

Nissa menekankan pentingnya menggabungkan ajaran agama, ekologi, dan tradisi lokal untuk membangun gerakan yang efektif dalam melindungi lingkungan lokal melalui pengalaman Pesantren Ath-Thaariq. Beliau juga menyoroti peran gerakan sosio-politis dalam pelestarian lingkungan, mendorong peserta untuk terlibat lebih aktif dalam menjaga bumi.

Dekan FUAD, Prof. Syafwan Rozi, menyampaikan apresiasi atas antusiasme para peserta dan berharap workshop ini bisa membangkitkan kesadaran akan pentingnya peran setiap individu dalam merawat alam sebagai tanggung jawab spiritual dan sosial. “Melalui nilai-nilai agama dan kearifan lokal, kita bisa melestarikan lingkungan dengan pendekatan yang tidak hanya teknis tetapi juga moral,” ujar Dekan.

Workshop ini diakhiri dengan harapan agar peserta dapat menerapkan ilmu yang didapat dalam upaya advokasi lingkungan di komunitas masing-masing serta menginspirasi masyarakat untuk mencintai dan menjaga alam. (*Humas UIN Bukittinggi/WA)

*Kontributor : Dr. Zulfan Taufik

Aksesibilitas